Isadora Duncan abal-abalan VS Jemari Mozart yang lincah

Seperti alarm di pagi hari. Aku terbangun dari tempat tidurku, Mengambil segelas air putih, dan meneguknya dengan penuh semangat. Semangkuk bubur pagi yang lezat, beraroma yang sangat khas. "Tidak untuk di makan sekarang" Mama cepat bertindak ketika aku melihat bubur itu dan berniat mengambil sendok. "Belum juga mandi, sudah makan saja, ayo mandi, liburan nggak boleh males-malesan." Oh ya ya, aku baru saja bangun tidur, kenapa aku tidak teringat kalau aku belum mandi. Begitulah,jika ada makanan yang terasa lezat di hadapanku, ingin segera melahapnya.
Ada satu alasan yang paling kuat, yang membuat aku bisa bangun lebih awal di hari minggu. Sebuah alarm yang membahana, memabawa aku ke orkes symphony. Suara itu berasal dari benda hitam yang di mainkan Papa. Itulah alarm yang paling ampuh membuat mata ini langung terbuka, dan beranjak dari tempat tidur.
Seperti biasanya, sebelum sarapan harus mandi dulu. Tetapi kalau hanya mengemil saja, aku jadi lupa mandi. Sreeettt..aku memilih pakaian yang cocok buat hari minggu. Tidak ada benda berbau feminim seperti rok di lemariku. Adanya celana panjang, celana kodok dengan gaya lamanya, celana 3 perempat, bukan celana penedek pokoknya,celana dan celana! Aku lebih leluasa jika mengenakan celana, tak ada yang mengekang kedua kakiku.

Akhirnya,bubur itu masuk juga ke mulutku. Dengan irama beat yang begitu cepat Papa meramaikan rumah ini. Aku gerakan arah sendokku ke kanan ke kiri ke atas ke bawah. Menundukkan kepala, menggelengkan kepala. Gerakanku menyatu dengan irama tersebut. Belum habis bubur itu aku makan, aku berlari ke arah suara itu. Mendekati Papa, dan duduk disampingnya. Tangannya begitu lincah, ingin rasanya membantu tangannya dari tuts yang satu ke tuts lain. Sambil bernyanyi Papa memasang senyum dan kuda-kuda untuk memainkan nada yang lebih tinggi lagi. Wow! Aku kaget dengan suara itu. Aku berdiri dan akhirnya aku tidak kalah semangatnya dengan Papa. Irama beat ini membangunkan gairah agar badan bergerak. Ini dia Isadora Duncan! Seorang penari hebat dari Amerika yang di segani banyak penari. Gerakan badan ini melayang kesana kemari, seperti ballerina saja. Hei, aku bukan ballerina! Aku tidak suka dengan tarian ballerina yang menyulitkan tubuhku untuk bergerak. Ini tarian campuran. Tarian senam pagi yang di ajarkan guru-guru di sekolah, dan tarian daerah. Untuk di jadikan satu, harus seirama dengan irama apa yang di mainkan Papa.

Kolaborasi yang sangat unik, Papa tertawa melihatku. Papa pasti heran, tidak biasanya aku begitu semangat berjoget dengan irama musik. Sudah lama sekali aku tidak menari dengan iringan piano, terakhir saat di TK dengan iringan piano klasik dari Kak Nurul.

"Tidak mencari laron?" Papa bertanya padaku ketika melihatku tak mau berhenti menari. "Habis ini aku akan kembali ke profesi mingguanku pa, sekarang mainkan satu buah irama lagi ya pa" Bukan irama beat yang di bawakan Papa, ini dia lagu klasik. Sepertinya, irama ini sudah akrab di telingaku. Wah papa gayanya bak seorang pianist terkenal yang bernama Mozart. Seorang musisi internasional yang menemukan sonata-sonata paling indah di dunia. Aku juga kenal dengan temannya yang bernama Bethoven. Aku berkenalan dengan mereka lewat guru musik privateku yaitu Papa.

Pagi ini, aku menjadi Isadora Duncan dengan tarian yang aku beri nama Tarian Apa Saja Boleh. Dan Papa dengan pianonya seperti Mozart yang datang ke tanah Magelang. Kami tertawa bersama ketika kami sudah mulai kecapekan dengan tugas kami masing-masing.

Komentar